Rabu, 18 April 2012

Nikmatnya Jagung Rebus di Pondidaha


Apa yang anda bayangkan saat capek berkendara di tengah perjalanan jauh? Tentu anda ingin beristirahat sejenak di rumah makan, warung atau spot-spot peristirahatan seperti yang lazim terdapat di pinggiran tol menuju Jakarta. Namun, jangan harap menemukan tempat yang serupa di daerah Jawa bila anda melakukan perjalanan di daerah Sulawesi Tenggara. Biasanya hanya terdapat gubuk-gubuk sederhana di pinggir jalan dengan menu “seadanya” pula, itupun akan sulit anda temukan setiap saat. 

Di jalur poros Kendari-Kolaka, tepatnya di Kecamatan Pondidaha, Kabupaten Konawe, terdapat kawasan peristirahatan yang cukup unik walau sederhana. Sepanjang jalan di Pondidaha, terdapat gubuk-gubuk warung terbuka beratapkan rumbia yang berjejer di kanan dan kiri jalan. Warung-warung itu menawarkan menu khas yang sama, yakni jagung rebus. Tampilan mereka juga cenderung seragam. Ada semacam balai atau dipan kayu memanjang untuk duduk lesehan para pengunjungnya. Kalau terlalu capek, sah-sah juga anda berbaring di tempat itu. 

Sementara ciri khas utamanya adalah dua buah tungku tanah liat dengan bentuk bulat melingkar yang rata-rata ada di depan warung. Tungku dengan bahan bakar arang itu selalu panas sepanjang hari untuk memasak jagung di dalam panci alumunium atau sekedar menjaga jagung supaya tetap hangat. Ada dua jenis jagung rebus yang dijual di Pondidaha. Jenis jagung harum manis yang berwarna kuning dan jagung biasa yang sering dijadikan bahan baku ketan oleh penduduk setempat. Penyajiannya pun cukup unik, si penjual yang rata-rata gadis-gadis muda akan mengambilkan piring berisi beberapa buah jagung dan sebuah piring kecil lagi untuk bumbu pelengkapnya, yakni irisan jeruk nipis dan garam. Jadi kalau ingin citarasa yang khas, anda tinggal mengoleskan air jeruk nipis dan garam ke batang jagung. Hmm… mantap… 

Selain jagung rebus, setiap warung rata-rata juga menyediakan minuman seperti kopi, teh dan minuman botol. Jika perut anda lapar dan tidak cukup hanya dengan makan jagung, anda bisa memesan mie instan di tempat itu. Tapi jangan membayangkan mie instant itu akan direbus dengan benar, sudah lazim di daerah Sulawesi apabila mie instan itu hanya dipanaskan dengan air panas saja. Makanya sajian demikian dinamakan mie siram. 

Ana, seorang gadis penjual jagung rebus, mengatakan bahwa warung-warung yang berjejer sepanjang jalan itu rata-rata buka mulai sehabis Subuh hingga jam sepuluh malam. Namun, ada juga beberapa yang buka hingga 24 jam. Uniknya lagi, cara menarik perhatian calon pembeli untuk singgah ke warung mereka juga cenderung sama. Ketika ada mobil atau motor lewat dan memperlambat kecepatannya, para gadis itu akan serempak berdiri dan membuka panci berisi jagung sambil menawarkan jagung. 

“Jagung…! Jagung…!” kata mereka. Hmm, sudah tahu kalau mereka jualan jagung masih saja berteriak “jagung..”, hehe… 

Harga sebuah jagung rebus pun cukup terjangkau, hanya dua ribu rupiah untuk setiap jagung. Menurut Ana, mereka mendapatkan pasokan jagung dari kebun-kebun di desa mereka sendiri. Jadi bisa dikatakan, kaum lelaki di desa itu berkebun jagung, sementara para gadisnya berjualan di warung jagung rebus. 

Di kawasan “jagung rebus” Pondidaha sendiri, saya taksir terdapat sekitar seratusan lebih warung. Namun, jumlah itu bisa bertambah setiap tahunnya karena banyak warga yang tertarik untuk membuka warung jagung rebus di tempat yang masih kosong. 

Bisnis jagung rebus itu rupanya termasuk menggiurkan dan mampu memenuhi kebutuhan hidup warga setempat. Tak hanya tanaman jagung yang mereka usahakan. Bahkan di daerah tersebut penduduknya juga memproduksi tungku tanah liat berbentuk bulat serta arangnya yang dibungkus per-karung. Selain untuk kebutuhan warung jagung rebus, produksi tungku dan arang itu juga ditujukan kepada pembeli eceran dan partai besar yang biasa membawanya ke Kendari.

0 komentar:

Posting Komentar