Selasa, 17 April 2012

Uniknya Pete-Pete Kendari


Jalan-jalan menyusuri Kota Kendari ternyata lebih asyik naik pete-pete. Oh, apa pula itu? Pete-pete adalah istilah tenar di banyak daerah di Sulawesi untuk menyebut angkot. Pete-pete di Kendari identik dengan jenis transportasi murah meriah, jauh dekat cukup Rp 2.500,-.

Nah, jalur utama yang paling banyak pete-pete adalah jalur Pasar Baru - Kota Lama. Dari mulai pasar barang RB (rombengan) atau barang bekas impor di Sentral RB, hingga areal tugu MTQ dan Kota Lama yang terkenal dengan toko emas terbaik khas Kendari, bisa kita capai dengan naik pete-pete ini. 

Enaknya naik pete-pete, kita bisa request tempat tujuan kita, meski sedikit melenceng dari jalur trayek yang resmi. Misalnya mau ke Kendari Beach, pak sopir tinggal belok sedikit sebelum Kota Lama demi mengantar si penumpang. Pete-pete di Kendari memiliki ciri khas yang cukup unik. Mereka rata-rata memiliki perangkat sound system dengan suara yang keren. Tinggal colok flashdisk atau SD card ke audio player, maka lagu-lagu terbaru pun menggema mengiringi perjalanan. Jangan heran meskipun sopirnya tua, tapi musik yang disetel adalah musik generasi anak muda sekarang macam Wali, ST 12, D’Bagindaz, Armada hingga Zivillia, band asli Kendari. 

“Memang maunya penumpang begitu, musiknya harus bagus…” tutur sopir pete-pete yang saya tumpangi. 

Betul juga, apalagi pengguna pete-pete di Kendari kebanyakan anak muda dan anak sekolah. Saat pagi dan siang hari adalah saat di mana pete-pete penuh oleh mereka yang berangkat dan pulang ke sekolah maupun kampus. 

“Minggir….!” teriak salah satu penumpang perempuan yang duduk di belakang. Suaranya hampir tak terdengar, tapi mendadak sopir menepikan pete-pete dan berhenti. 

Hmm, jika di banyak daerah isyarat untuk berhenti adalah “kiri”, tapi di Kendari anda harus bilang “minggir’ supaya pete-pete berhenti. Hebatnya, sekeras apapun musiknya, tapi sopir selalu bisa mendengar jika ada penumpang minta berhenti. Tak seperti angkot di Jakarta yang tanpa musik pun terkadang penumpang di belakang harus berteriak berkali-kali sambil memukul atap angkot. 

Ciri unik lainnya adalah, setir atau kemudi ukuran kecil. Yaps, rata-rata pete-pete telah mengubah ukuran standar setir menjadi kecil, mungkin seukuran piring makan. 

“Biar enak aja beloknya…” kata sopir. 

Memang soal manuver di jalanan, sopir pete-pete terkadang bak pembalap di sirkuit. Belok tajam, berhenti mendadak, mencuri start di lampu merah dan lain-lain aksinya. Tapi meski begitu, selama di Kendari saya belum menemukan berita kecelakaan yang melibatkan pete-pete. Pun sisi keamanan di dalam pete-pete, rasa-rasanya masih lebih aman naik pete-pete di Kendari daripada naik angkot di Jakarta. Saya pun belum pernah membaca di koran lokal tentang kejahatan di dalam pete-pete.

0 komentar:

Posting Komentar